Friday, April 12, 2013

HALTE BIS


Ini kisah tentang cinta pertama. Suatu kisah cinta sederahana yang dimulai dari pertemuan, perkenalan, lalu menjadi teman, dan seterusnya. Dan ini kisahku.

Namaku Larisa. Gadis biasa berumur 15 tahun yang jatuh cinta pada seorang anak laki-laki yang selalu kutemui di halte bis. Dia selalu datang pada waktu yang sama, menunggu bis yang sama, membawa gitar yang sama, senyum yang sama, dan aku jatuh cinta.

Hari ini, aku melihatnya lagi. Haruskah aku mengajaknya berkenalan kali ini? Apa harus aku yang memulai? Baiklah, kamu yang disana, mari kita memulai hari baru.

“Hai.” Sapaku. Tak ku lupakan memasang senyum manis.
“Hai.” Balasnya. Oh, aku tak tau bagaimana wajahku sekarang. Memerahkah? Semoga ia tak melihatnya.
“Namaku Larisa.” Ku ulurkan tangan kearahnya, bermaksud untuk mengajaknya berkenalan.
“Fito.” Dia menyambut uluran tanganku. Ish! Kenapa begitu dingin?
“Kita selalu bertemu di halte ini, setiap hari loh.” Aku memulai percakapan.
“Aku tau.” Jawabnya. Masih dengan wajah dan ucapan sedingin es.

Dan hari itu, cukup dengan beberapa dialog itu. Bis datang, dan kami berpisah. Ini... hari pertama.

***

Hari ini tidak boleh seperti hari kemarin. Aku harus bisa mengajaknya bicara lebih banyak. Begitulah, tekadku hari ini.

Aku berlari menembus derasnya hujan, sore ini. Dan disana, aku menemukannya. Seperti biasa. Dan hari ini, aku sudah tau namanya. Aku bisa memanggilnya Fito.

“Hai, Fito.” Aku langsung duduk disampingnya.
“Hai.” Dia menjawab, sambil memeluk gitarnya.
“Bisa main gitar ya?” tanyaku.
“Lumayan.” Jawabnya. Kali ini dibumbui senyum tipis pada bibirnya. Ini yang pertama.
“Mainin satu lagu dong.” Pintaku. Dia menoleh sebentar, lalu berpikir. “Anggap ini, sebagai tanda perkenalan dan... pertemanan kita.” Tambahku.

Dia mengangguk, kemudian mulai memainkan gitarnya.

Aku tau lagu ini. ‘Akhirnya ku menemukanmu’. Sebuah lagu pertemuan, perkenalan, dan pertemuan antara aku dan dia yang indah.

“Uangnya?” dia mengadahkan tangan kanannya didepanku. Aku melongo tak mengerti. Lalu kulihat dia terkekeh geli.
“Maksudnya?” tanyaku tetap mempertahankan wajah yang sama.
“Lupakan.” Dia berdiri, dan kemudian naik ke bis yang baru saja datang.
“Makasih.” Teriakku sebelum bis berjalan. “Untuk lagunya.” Tambahku.

Dia mengangguk, lalu tersenyum.

Semoga besok, aku bisa melihat senyum itu lagi.

***

Suasana halte bis hari ini benar-benar buruk. Sama seperti langit sore yang mendung ini. Lima belas menit yang lalu, aku sudah berada di halte, dan Fito tidak ada. Seharusnya, dia sudah duduk disini seperti hari-hari sebelumnya.

“Dia tidak datang.” Lirihku.

Dan disini, duduklah aku sendiri. Apa yang harus aku tuliskan pada buku diaryku hari ini? Tak ada Fito disini, berarti tak ada cerita. Padahal dua hari ini, aku selalu menulis tentangnya pada diaryku.

“Maaf telat.” Suara seseorang membuyarkan lamunanku. Akupun segera menoleh pada asala suara itu.
“Fito?” aku senang melihatnya datang. Will be a good day?
“Hari ini aku ulang tahun.” Ujarnya. “Would you be my girl, Larisa Indah?” tanya.

Apa? Dia tau nama lengkapku? Dan... apa barusan dia memintaku menjadi kekasihnya?

“Yes, I do.” Jawabku, sedikit tercekat. Hope is it not a dream!
“Namaku Fito Anggara. Aku selalu melihatmu di halte ini, dan aku jatuh cinta.” Dia tersenyum sangat manis. “I love you.”

Well, ini kisahku. Cinta pertamaku, dihalte bis.