Ini kisah tentang
cinta pertama. Suatu kisah cinta sederahana yang dimulai dari
pertemuan, perkenalan, lalu menjadi teman, dan seterusnya. Dan ini
kisahku.
Namaku Larisa. Gadis
biasa berumur 15 tahun yang jatuh cinta pada seorang anak laki-laki
yang selalu kutemui di halte bis. Dia selalu datang pada waktu yang
sama, menunggu bis yang sama, membawa gitar yang sama, senyum yang
sama, dan aku jatuh cinta.
Hari ini, aku
melihatnya lagi. Haruskah aku mengajaknya berkenalan kali ini? Apa
harus aku yang memulai? Baiklah, kamu yang disana, mari kita memulai
hari baru.
“Hai.” Sapaku.
Tak ku lupakan memasang senyum manis.
“Hai.” Balasnya.
Oh, aku tak tau bagaimana wajahku sekarang. Memerahkah? Semoga ia tak
melihatnya.
“Namaku Larisa.”
Ku ulurkan tangan kearahnya, bermaksud untuk mengajaknya berkenalan.
“Fito.” Dia
menyambut uluran tanganku. Ish! Kenapa begitu dingin?
“Kita selalu
bertemu di halte ini, setiap hari loh.” Aku memulai percakapan.
“Aku tau.”
Jawabnya. Masih dengan wajah dan ucapan sedingin es.
Dan hari itu, cukup
dengan beberapa dialog itu. Bis datang, dan kami berpisah. Ini...
hari pertama.
***
Hari ini tidak boleh
seperti hari kemarin. Aku harus bisa mengajaknya bicara lebih banyak.
Begitulah, tekadku hari ini.
Aku berlari menembus
derasnya hujan, sore ini. Dan disana, aku menemukannya. Seperti
biasa. Dan hari ini, aku sudah tau namanya. Aku bisa memanggilnya
Fito.
“Hai, Fito.” Aku
langsung duduk disampingnya.
“Hai.” Dia
menjawab, sambil memeluk gitarnya.
“Bisa main gitar
ya?” tanyaku.
“Lumayan.”
Jawabnya. Kali ini dibumbui senyum tipis pada bibirnya. Ini yang
pertama.
“Mainin satu lagu
dong.” Pintaku. Dia menoleh sebentar, lalu berpikir. “Anggap ini,
sebagai tanda perkenalan dan... pertemanan kita.” Tambahku.
Dia mengangguk,
kemudian mulai memainkan gitarnya.
Aku tau lagu ini.
‘Akhirnya ku menemukanmu’. Sebuah lagu pertemuan, perkenalan, dan
pertemuan antara aku dan dia yang indah.
“Uangnya?” dia
mengadahkan tangan kanannya didepanku. Aku melongo tak mengerti. Lalu
kulihat dia terkekeh geli.
“Maksudnya?”
tanyaku tetap mempertahankan wajah yang sama.
“Lupakan.” Dia
berdiri, dan kemudian naik ke bis yang baru saja datang.
“Makasih.”
Teriakku sebelum bis berjalan. “Untuk lagunya.” Tambahku.
Dia mengangguk, lalu
tersenyum.
Semoga besok, aku
bisa melihat senyum itu lagi.
***
Suasana halte bis
hari ini benar-benar buruk. Sama seperti langit sore yang mendung
ini. Lima belas menit yang lalu, aku sudah berada di halte, dan Fito
tidak ada. Seharusnya, dia sudah duduk disini seperti hari-hari
sebelumnya.
“Dia tidak
datang.” Lirihku.
Dan disini, duduklah
aku sendiri. Apa yang harus aku tuliskan pada buku diaryku hari ini?
Tak ada Fito disini, berarti tak ada cerita. Padahal dua hari ini,
aku selalu menulis tentangnya pada diaryku.
“Maaf telat.”
Suara seseorang membuyarkan lamunanku. Akupun segera menoleh pada
asala suara itu.
“Fito?” aku
senang melihatnya datang. Will be a good day?
“Hari ini aku
ulang tahun.” Ujarnya. “Would you be my girl, Larisa Indah?”
tanya.
Apa? Dia tau nama
lengkapku? Dan... apa barusan dia memintaku menjadi kekasihnya?
“Yes, I do.”
Jawabku, sedikit tercekat. Hope is it not a dream!
“Namaku Fito
Anggara. Aku selalu melihatmu di halte ini, dan aku jatuh cinta.”
Dia tersenyum sangat manis. “I love you.”
Well, ini kisahku.
Cinta pertamaku, dihalte bis.