Hari ini, Emil dan Chaca akan pergi belajar kerumah Airin. Mereka bertiga adalah sahabat. Meskipun baru saling kenal pada awal masuk SMU empat bulan lalu, tapi mereka sudah bisa dekat sebagai teman.
Airin mengajak Emil dan Chaca masuk ke kamarnya.
"Kamar kamu keren juga ya, Rin. Rapi, lagi." puji Chaca.
"Iya dong." sambut Airin. Kemudian ia melirik ke arah Emil yang celingak celinguk ga jelas.
"Kamu kok diem aja sih, Mil?" tanyanya kemudian.
"Ah, ga apa-apa kok." jawab Emil seperti orang gugup.
Emil sibuk memperhatikan seisi kamar Airin. Dan tiba-tiba, mata Emil tertuju pada sebuah foto yang tertampang dimeja belajar Airin. Emil menatap foto itu. Tapi Emil menjadi bingung, dadanya bergetar sangat kencang, dan perasaannya menjadi tidak karuan saat melihat foto sesosok laki-laki berbaju hitam dan sangat tampan itu. Dan spontan perasaan itu buyar saat Chaca datang mengejutkannya.
"Kamu kenapa, Mil?" tanya Chaca.
"Ga apa-apa kok." jawab Emil sekenanya. "Airin mana?" tanyanya.
"Airin lagi ngambil makanan di dapur." jawab Chaca.
"Oh."
Tak lama Airin datang dengan sepiring kue dan tiga gelas minuman dingin. Kemudian mereka segera fokus pada rencana awal mereka kerumah Airin, yaitu belajar.
Sejak melihat foto dikamar Airin hari itu, Emil selalu terbayang akan wajah yang diliatnya difoto itu. Tapi Emil tidak berani menanyakan pada Airin tentang siapa laki-laki yang ada di foto itu.
"Kok perasaan aku jadi kayak gini sih, abis liat foto itu? Cowok itu siapa ya?" Emil bertanya pada dirinya sendiri.
Hari berikutnya saat pulang sekolah, Emil dan Chaca kembali datang kerumah Airin. Kali ini karna mereka akan mengerjakan tugas kelompok.
Mata Emil kembali tertuju pada foto yang ada dikamar Airin itu. Airin dan Chaca menjadi bingung melihat gelagat Emil yang aneh seperti itu. Setiap ditanya "ada apa?" oleh Airin dan Chaca, Emil selalu menjawab "ga ada apa-apa!".
Malam harinya, Emil sampai tidak bisa tidur karena terus terbayang foto cowok itu. Kemudian, satu pertanyaan terlintas di benak Emil. "Apa aku jatuh cinta sama cowok di foto itu?". Kemudian kalimat sangkalanpun menggerayangi pikiran Emil. "Ah, ga mungkin! Masa cuma gara-gara terpesona liat fotonya, aku bisa langsung jatuh cinta?"
Hari-hari berikutnya berlalu hingga seterusnya. Emil tetap teringat pada wajah cowok itu. Padahal sudah berhari-hari tak melihat foto itu. Akhirnya, Emil memberanikan diri bertanya pada Airin saat dia dan Chaca, lagi-lagi mengunjungi rumah Airin.
"Rin, aku mau tanya sesuatu dong sama kamu."
"Tanya apa, Mil?"
"Foto cowok yang ada di meja belajar kamu tuh siapa sih? Pacar kamu ya?"
"Hah! Bukan kok, Mil. Itu foto alrmarhum kakak aku. Namanya Arya. Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan di lima tahun yang lalu. Ka Arya ketabrak karena nolongin seorang anak kecil."
Emil pun langsung terdiam mendengar cerita Airin.
Apa? Jadi aku jatuh cinta sama orang yang udah meninggal lima tahun yang lalu?, kata Emil dalam hati.
Tiba-tiba pikiran Emil melayang pada hari di lima tahun yang lalu. Saat itu, umur Emil masih sepuluh tahun. Dia berlari-lari sendirian dijalan depan rumahnya. Dan dia melihat seekor kucing yang berbaring di tengah jalan. Emil kecil segera mendekat ke arah kucing itu, tanpa melihat ada mobil yang melaju kencang di depannya. Emil hampir saja tertabrak, jika bukan karena seorang laki-laki berseragam SMU yang mendorong tubuhnya ke tepi hingga dia bisa lolos dari tabrakan itu.
Tapi kemudian Emil menjerit. Anak laki-laki yang menolongnya itu, kini sudah terkapar berlumuran darah. Mobil itu menabraknya. Emil sangat ketakutan. Tapi dia tak bisa melihat wajah laki-laki yang menjadi malaikat penolongnya itu, karna wajahnya sudah berlumur darah. Emil hanya melihat, laki-laki itu menggenggam erat sebuah boneka mickey mouse.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Emil mendengar dari Ayah dan Ibunya yang sempat menjenguk anak laki-laki itu di rumah sakit, bahwa laki-laki itu meninggal.
Lamunan Emilpun buyar oleh panggilan Chaca yang bingung melihat Emil yang tiba-tiba terdiam.
"Kamu kenapa sih, Mil?" tanya Chaca.
Emil tak menggubris pertanyaan Chaca. Dia langsung beralih kepada Airin. "Rin, apa kakak kamu kecelakaan dijalan melati?" tanyanya.
"Iya. Kok kamu tahu sih, Mil?" tanya Airin.
"Kakak kamu bawa sebuah boneka mickey mouse yang lucu, pada hari kecelakaan itu." Emil tanpa sadar mengatakan itu.
" Iya. Boneka itu sebenernya mau dikasih sama Ka Arya ke aku, sebagai hadiah ulang tahun. Tapi..." Airin menangis mengingat kejadian itu.
"Maafin aku ya, Rin." kata Emil yang juga ikut menangis.
"Maaf untuk apa, Mil?" tanya Airin, bingung.
"Karena, aku orang yang udah bikin kakak kamu ketabrak dan meninggal." Emil benar-benar menyesal.
"Maksud kamu?" Airin mencoba meyakinkan ucapan Emil.
"Kakak kamu ke tabrak karena nolongin aku. Aku, anak kecil yang di tolongin kakak kamu, Rin. aku bener-bener minta maaf. Sampai sekarang aku masih dihantui rasa bersalah. Satu minggu setelah aku tahu tentang meninggalnya kakak kamu, aku datang kerumah kalian. Tapi ternyata, kaliannya udah pindah." Emil menangis sejadi-jadinya.
"Jadi kamu?" Airin memeluk Emil. "Udah lah, Mil. Ini bukan salah kamu kok. Aku dan keluarga aku, ga pernah marah sama kamu."
"Makasih ya, Rin." ujar Emil sambil menangis sesegukan.
Chaca yang tidak tahu apa-apa, menjadi bingung melihat tingkah dua sahabatnya. Emil pun berhenti menangis.
"Rin, tapi ada yang lebih parah lagi dari ini." Emil merasa bingung untuk mengungkapkan perasaannya.
"Apa?" tanya Airin.
"Waktu pertama kali aku kesini, dan liat fotonya ka Arya, aku langsung jatuh cinta sama dia." Emil tertunduk malu.
"Hah!" tak hanya Airin yang kaget mendengar ucapan Emil, tapi Chaca juga.
Detik berikutnya, mereka bertiga tertawa. Chaca yang tak mengerti apa-apa pun, tertawa geli dibuatnya.
Bayangin aja, Emil jatuh cinta sama orang yang udah lima tahun meninggal, katanya dalam hati.
-END-