Pura-Pura Pacaran
OMG!! menurut kalian gimana? Aku harus pura-pura pacaran sama kakak kandungku sendiri. Tapi masih mending lah kalo cuman pura-pura. Yang bahaya itu, kalo sampai beneran. Sebenarnya sih, aku agak berat untuk melakukan semua ini. Tapi ya mau gimana lagi. Sebagai adik yang baik, aku harus menolong kakakku yang lagi beruntung banget dikejar-kejar cewek cantik. Tapi sayangnya, mungkin dia bukan cowok normal. Buktinya, dikejar-kejar cewek cantik, malah menghindar. Kalo cowok-cowok lain sih, pasti kesenengan tuh digila-gilai banyak cewek.
Mulai hari ini, samapai waktu yang gak tahu kapan, aku akan berangkat sekolah bareng kak Rangga. Jadi, untuk sementara, aku menggeser tempat kak Andre.
Kak Yudha bingung melihat keanehan aku dan kak Rangga, pagi ini. Secara, biasanya kan aku dan kak Rangga selalu berantem kayak tikus sama kucing. Tapi hari ini, kita super tenang dan akur banget.
"Yaaahh, kakak kehilangan temen ngobrol deh, pas didalam mobil nanti." kak Yudha menggodaku. "Abisnya temen ngobrol kakak udah pindah tempat."
"Kak Yudhaaa," aku memeluk kak Yudha. "Kan ada Devand yang bakalan nemenin kakak."
Kak Yudha hanya tersenyum. Aku suka senyum itu. Senyum yang ku yakini bisa membuat cewek-cewek dikampusnya melting. Senyum yang selalu meneduhkan jiwaku. Ya, itu lah kak Yudha, My Angel.
"Iya. Kakak cuma bercanda kok!" katanya kemudian. "Sana, kak Rangga udah nungguin tuh!"
"Iya." kataku tersenyum. "Daah kak Yudha. Daah Devand."
Aku langsung berlari keluar rumah, menuju motor kak Rangga dan duduk manis diboncengannya.
"Udah siap?" tanyanya penuh perhatian.
"Udah." jawabku mantap.
Duuh so sweetnya!! Andai aja aku beneran pacarnya kak Rangga. Seneng banget kali ya? Kalo dipikir-pikir, kayaknya omongan Keyra kemaren wajib dipertimbangkan deh. Seumur hidup, aku belum pernah pacaran. tapi sekalinya pacaran, eh cuma pura-pura. Sama kakak sendiri, lagi.
***
Aku dan kak Rangga sampai disekolah. Dan.. acting-pun dimulai. Bakat nih, aku sama kak Rangga jadi bintang film, hehe. Kak Rangga memegang tanganku dan menggandengku hingga kelas. Satu sekolah pada diem liat aku dan kak Rangga. Lucu juga liat muka konyol mereka semua. Kalo bukan karena tanganku gandengan sama kak Rangga, pasti aku udah ambil Handphone. Terus foto-fotoin muka mereka yang konyol abis, dan bakalan aku pajang di Mading. Kaburrr!!!
"Nay." kak Rangga memperkuat genggamannya. "Sebisa mungkin, kita harus selalu bareng yah."
Aku mengangguk pelan. Dia mengusap rambutku sambil tersenyum tipis, kemudian pergi setelah aku sampai didepan kelas. Aku melambaikan tangan untuk kepergiannya. Aku tak tahu apa yang kupikirkan, tapi ini menyenangkan. Aku benar-benar seperti memiliki pacar.
"Hai, Nay." Keyra datang dan menyapaku. "Kayaknya lo cocok tuh sama kak Rangga, kenapa gak jadian beneran aja?"
"Hah! Gila lo!" aku melotot pada Keyra. "Gue sama kak Rangga kan kakak-adik."
"Weits, santai dong Nay." Keyra mencolek daguku. "Tapi lo berdua tuh emang beneran cocok."
"Iya juga yah." aku membenarkan ucapan Keyra. "Kalo bukan kakak gue, udah gue pacarin beneran tuh si kak Rangga."
"Serius lo?" mata Keyra membelalak.
"Iya." kataku serius. "Kan tadi lo bilang, gue sama kak Rangga cocok. Ya udah."
"Aduh Nayla, jangan gila deh. Gue kan tadi cuma bercanda ngomongnya." Keyra mulai panik.
Aku tertawa melihat gelagatnya. Padahal, tadi dia sendiri yang mancing buat beneran jadian sama kak Rangga. Tapi sekarang, dia malah ketakutan sendiri, setelah aku menyetujuinya.
"Udah ah. Iya, iya. Gue gak akan mungkin kok kayak gitu." aku merangkul Keyra untuk masuk kelas.
"Beneran yah." Keyra meyakinkan. "Nanti itu jadi cinta terlarang loh."
"Kok kayak judul lagu gitu ya?"
"Itukan emang judul lagu, Mipel."
"Ohh gitu yah?"
"Nay." kak Rangga memperkuat genggamannya. "Sebisa mungkin, kita harus selalu bareng yah."
Aku mengangguk pelan. Dia mengusap rambutku sambil tersenyum tipis, kemudian pergi setelah aku sampai didepan kelas. Aku melambaikan tangan untuk kepergiannya. Aku tak tahu apa yang kupikirkan, tapi ini menyenangkan. Aku benar-benar seperti memiliki pacar.
"Hai, Nay." Keyra datang dan menyapaku. "Kayaknya lo cocok tuh sama kak Rangga, kenapa gak jadian beneran aja?"
"Hah! Gila lo!" aku melotot pada Keyra. "Gue sama kak Rangga kan kakak-adik."
"Weits, santai dong Nay." Keyra mencolek daguku. "Tapi lo berdua tuh emang beneran cocok."
"Iya juga yah." aku membenarkan ucapan Keyra. "Kalo bukan kakak gue, udah gue pacarin beneran tuh si kak Rangga."
"Serius lo?" mata Keyra membelalak.
"Iya." kataku serius. "Kan tadi lo bilang, gue sama kak Rangga cocok. Ya udah."
"Aduh Nayla, jangan gila deh. Gue kan tadi cuma bercanda ngomongnya." Keyra mulai panik.
Aku tertawa melihat gelagatnya. Padahal, tadi dia sendiri yang mancing buat beneran jadian sama kak Rangga. Tapi sekarang, dia malah ketakutan sendiri, setelah aku menyetujuinya.
"Udah ah. Iya, iya. Gue gak akan mungkin kok kayak gitu." aku merangkul Keyra untuk masuk kelas.
"Beneran yah." Keyra meyakinkan. "Nanti itu jadi cinta terlarang loh."
"Kok kayak judul lagu gitu ya?"
"Itukan emang judul lagu, Mipel."
"Ohh gitu yah?"
***
Jam pelajaran pertama sudah berakhir. Anak-anak satu sekolah pada berhamburan keluar kelas untuk mengistirahatkan otak sehabis menerima pelajaran tadi. Begitu juga denganku, Keyra dan Radit.
"Kantin yuk, girls." ajak Radit, padaku dan Keyra.
"Ayoo!" kataku dan Keyra bersamaan.
Dan, owh my prince datang. Yaahh, walaupun ini cuma pura-pura, tapi dia tetap my prince-ku saat ini. Kalo dirumah, baru deh dia kembali menjadi my brotha-ku sayang.
"Hai semua." sapa kak Rangga.
"Hai kak!" balas kami serempak.
"Gue pinjem Nayla bentar yah." pinta kak Rangga pada Radit dan Keyra.
"Ok deh, kak." jawab Radit.
"Jagain yah." Keyra menimpali.
"Sippp."
Aku dan kak Rangga berjalan bergandengan keluar kelas, menuju kantin. Keyra dan Radit berjalan sekitar sepuluh langkah dibelakang kami. Saat sampai dikantin, semua mata langsung tertuju padaku dan kak Rangga. Kami berusaha cuek, dan langsung duduk disalah satu meja dikantin. Sementara Keyra dan Radit duduk di dua meja dibelakangku. Ini untuk pertama kalinya, aku makan dikantin dan tidak satu meja dengan Keyra dan Radit. Rasanya seperti ada yang kurang.
"Nay, mau makan apa?"
"Apa aja deh, kak."
"Ya udah. Bentar ya."
Selama aku sekolah di SMU yang sama dengan kak Rangga, aku gak pernah sekalipun makan bareng dikantin sama kak Rangga. Ini yang pertama. Abisnya, kak Rangga cuek banget. Tiap papasan aja, dia gak pernah nyapa ataupun senyum. Benar-benar kakak yang cuek. Pantes aja gak ada yang tahu kalo kami kakak adek. Bahkan mungkin anak-anak satu sekolah pada kaget, bagaimana bisa dua orang yang gak pernah saling sapa, bisa jadian. Dan mendadak pula. Bener-bener keterlaluan konyolnya.
Aku duduk santai dimeja kantin. Menunggu kak Rangga datang membawa makanan dari ibu kantin. Aku menoleh pada Keyra dan Radit yang sedang sibuk memakan basonya. Biasanya, aku juga ada disana. Main adu cepat ngabisin basonya. Bikin satu kantin heboh karena keberisikan kita yang selalu teriak-teriak gak jelas.
Tiba-tiba Ruben datang, lalu duduk dibangku kosong yang ada disebelahku. Bangku itu harusnya milik kak Rangga. Awalnya, kami hanya saling senyum, lalu sedikit percakapanpun terlontar.
"Hai, Nay."
"Hai."
"Masih inget gue kan?"
"Ehm, siapa yah?" *gubrak
"Ehm, siapa yah?" *gubrak
"Gue anak baru yang duduk sebangku sama Kenzi."
"Oh iya. Ada apa?"
"Gak apa-apa kok. Cuma pengen ngajakin lo ngobrol aja. Boleh kan?"
"Oh, ya boleh lah."
Aku tetap duduk manis dikantin, tanpa ingin meladeni ucapan Ruben. Dan kak Rangga datang dengan senampan makanan dan minuman ditangannya. Dia berang melihat Ruben duduk bersamaku. Satu pukulanpun mendarat di wajah Ruben.
"Kak, jangan." aku menahan tangan kak Rangga yang bersiap untuk melayangkan pukulan lagi pada Ruben.
"Ayo pergi." kak Rangga membawaku pergi. Keluar dari kantin, menuju taman sekolah.
Begitu sampai ditaman sekolah, aku berantem sama kak Rangga.
"Kakak kok mukul dia sih?"
"Ngapain dia ngedeketin lo?"
"Dia cuma ngajak ngobrol, kak."
"Dia cuma ngajak ngobrol, kak."
"Dan gue gak suka itu."
"Kenapa?"
"Lo tahu siapa dia?"
"Lo tahu siapa dia?"
"Ya tahu lah. Dia anak baru dikelas gue."
"Maksud gue, lo tahu dia anaknya siapa?"
"Mana gue tahu. Ngobrol aja baru sekali. Namanya pun, gue lupa."
"Mulai sekarang lo jangan dekat-dekat lagi sama dia."
"Kenapa?"
"Karena dia adalah anak om Agustira."
"Karena dia adalah anak om Agustira."
"Om Agustira? Siapa tuh?"
"Aduh. Lo lupa yah? om Agustira itu adalah saingan bisnisnya Papa. Dan dia pengen banget ngancurin perusahaannya Papa. Anaknya itu pasti sengaja ngedeketin lo, biar bisa tahu kelemahan perusahaan Papa. Liat aja , dia sampe bela-belain pindah kesekolah yang sama ama kita."
"Oh ya? Masa sih?"
"Iya. Dan Papa udah pernah bilang kekita untuk jangan pernah deket sama siapapun yang punya hubungan darah sama om Agustira."
"Iya. Dan Papa udah pernah bilang kekita untuk jangan pernah deket sama siapapun yang punya hubungan darah sama om Agustira."
"Gue gak inget kalo Papa pernah ngomong gitu. Dan gue gak setuju banget sama keputusannya Papa. Yang jadi rivalnya Papa kan om Agustira, bukan kita. Jadi untuk apa kita ikutan bermusuhan."
"Ah, terserah lo deh."
Begitulah akhir pertengkaran kami. Kak Rangga pergi setelah merasa tak bisa lagi mensuggest-ku untuk menjauhi.. siapa yah? Aku lupa siapa nama "dia" yang kata kak Rangga adalah anak dari om Agustira itu. Ah pusinggg!!
***
Sesaat setelah kak Rangga meninggalkanku ditaman sekolah, akupun ikut beranjak dari sana. Aku berjalan gontai menuju kelas dan kemudian bertemu Kenzi.
"Hai, Nay." sapanya.
"Hai, Ken." aku berusaha senyum semanis mungkin.
"Tadi kenapa sih?" Kenzi mulai menjejaliku pertanyaan. "Kok kak Rangga mukul si Ruben. Dia cemburu?"
"Oh, jadi namanya Ruben." aku tak menjawab pertanyaan Kenzi, dan malah berbalik bertanya kepadanya. "Sekarang Ruben dimana?"
"Di kelas." jawab Kenzi.
"Oh ya udah deh, gue kekelas dulu ya, Ken." Aku langsung pergi dan berlari menuju kelas. Meninggalkan Kenzi dengan sejuta pertanyaan di benaknya.
Sesampainya dikelas.
Ups! muka Ruben memar. Kak Rangga sadis banget deh, benakku.
Akupun langsung menghampiri Ruben dan duduk disebelahnya.
"Lo gak apa-apa kan?" tanyaku.
"Menurut lo?" Ruben balik bertanya padaku. "Muka gue memar, Nayla. Dan ini adalah hasil karya pacar lo itu."
"Aduh, sorry banget ya." aku benar-benar menyesal dengan kejadian ini. "Muka lo jadi memar gini. Tapi tolong, maafin dia."
"Ya udalah." Ruben mencoba bijak. "Wajar dia ngelakuin ini. Mungkin dia cemburu karna gue ngedeketin lo."
"Hah! Cemburu? Ya gak mungkinlah. Dia kan..." aku tak melanjutkan kata-kataku.
"Kenapa gak mungkin?" Ruben menatap bingung.
"Ehm, kak Rangga bukan orang yang cemburuan kok." jawabku sekenanya.
"Oh gitu." Ruben tersenyum tipis. "Lo sayang banget ya sama dia?"
"Ya iya lah. Dia kan pacar gue." kata-kata yang terakhir itu bohong banget. Ngaco.
Ruben hanya tersenyum.
***