Monday, July 30, 2012

TWENTY DAYS WITH POPULAR BOY - 4


Didalam mobil...
Aku dan Willy hanya diam. Aku meliriknya sekilas. Dia hanya menatap kedepan, fokus pada jalanan.


"Lo ngapain sih, ngomong kayak gitu sama Ibu gue?" tanyaku akhirnya.
"Masalah?" Willy balik bertanya, tanpa menjawab pertanyaanku barusan.
"Jangan sok baik deh. Hubungan kita ini kan cuma akan berjalan selama 20 hari. Kita gak akan jadi temen selamanya. Jadi jangan bersikap seolah-olah kita ini temen." jawabku panjang lebar.
"Kalo gue mau temenan sama lo, selamanya. Gimana?" Willy menatapku sambil tersenyum tipis.
"Itu cuma bakal bikin hidup gue menderita." aku menjawab acuh.

Willy hanya tersenyum licik, lalu kembali fokus pada kegiatan menyetirnya. Aku menatapnya kesal. Setelah itu, kami hanya diam tanpa sepatah katapun, hingga sampai disekolah. Aku dan Willy keluar dari mobil, bersamaan.

"Kura-kura. Bawain tas gue." Willy melempar tasnya padaku. Aku hanya mengerling kesal, dan mengikuti perintahnya.

Kami berjalan menuju kelas. Aku mengirinya dari belakang. Benar-benar mirip seperti asistennya.

"Sasa." tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku. Panggilan itu, siapa lagi yang akan memanggil namaku seperti itu, kecuali Lulu. Dan benar, itu memang Lulu.

Aku menghentikan langkahku, lalu menoleh kebelakang, menatap Lulu. Aku tersenyum manis padanya, lalu dia segera meghampiriku. Willy yang mendengar itu, juga menoleh.

"Selamat pagi, Sasa." sapa Lulu sambil merangkul pundakku.
"Pagi, Lulu." aku tersenyum manis padanya.
"Eh, kacamata." suara Willy mengejutkan kami. "Jangan ganggu kura-kura. Sekarang, dia itu lagi bareng gue. Kalo lo mau ngobrol sama dia, nanti gue kasih waktu." ujar Willy ketus.
"Oh, ya udah deh." Lulu melirikku. "Gue kekelas duluan ya, Sa."

Aku mengangguk. Lulu segera pergi, sambil melambaikan tangannya. Kemudian, tatapanku dan Willypun bertemu. Aku segera memalingkan wajah.

"Eh, kura-kura. Gue laper nih." ujar Willy tiba-tiba.
"Ya udah, kalo gitu makan." sahutku sekenanya.
"Lo gak bawa sesuatu, buat gue?" tanya Willy sambil mengulurkan kedua tangannya, seperti orang yang sedang meminta.
"Nggak." jawabku singkat.
"Kenapa enggak?" Willy mulai emosi.
"Karena lo gak mau. Iya kan?" aku melirik jahil. "Kemaren, pas gue bawain sesuatu, lo gak mau terima. Jadi buat apa, gue bawain lagi yang lain. Nyusahin aja."
"Gue kan bilang, gue gak mau nasi goreng, gue maunya roti isi." Willy berkacak pinggang.
"Ya udah, beli aja." ujarku acuh.

Akupun segera berlalu meninggalkan Willy, dan berjalan duluan menuju kelas. Ku dengar suara-suara kesal Willy dibelakangku, tapi aku tak peduli.

Jam istirahat.
Aku masih dikelas, berkutat dengan catatan yang baru diberikan bu guru tadi. Willy juga masih dibangkunya.

"Eh, kura-kura." Willy menepuk pundakku.
"Hmm?" aku hanya berdehem, tanpa menoleh pada Willy yang duduk disampingku.
"Beliin gue minum dikantin gih. Terus bawa ketaman sekolah ya. Gue tunggu. Dan gak pake lama." setelah mengatakan itu, Willy dan ketiga temannya langsung pergi meninggalkan kelas.

Aku hanya menatapnya sekilas, kemudian mengemasi bukuku dan memasukannya kedalam tas. Lulu yang sedari tadi hanya diam, duduk didepanku, segera menoleh kearahku.

"Ngapain mereka ketaman?" tanya Lulu padaku.

Aku hanya mengangkat kedua bahuku, pertanda tak tau.

"Yuk, temenin gue kekantin." ajakku pada Lulu. Lulu mengangguk, lalu tersenyum.

Aku menggandeng tangan Lulu, meninggalkan kelas, menuju kantin.

Sesampainya dikantin, aku langsung membeli pesanan Willy tadi. Sekaligus membeli beberapa roti untukku sendiri. Lulu juga melakukan hal yang sama, dia membeli apa yang akan dimakannya. Aku tersenyum sekilas padanya yang berada di sebelah kiriku. Dan tiba-tiba, seorang cewek datang dan berdiri disebelah kananku. Dia menatapku tajam. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu membayar apa yang ku beli pada ibu kantin.

"Ada hubungan apa lo sama Willy?" tanya cewek yang berada disebelah kananku tadi.

Aku menoleh padanya, memastikan apa dia benar-benar berbicara padaku.

"Lo tuli ya?" tanya ketus.
"Lo ngomong sama gue?" tanyaku polos.
"Ya iyalah. Masa sama makanan." sindirnya.
"Oh. Gue gak ada hubungan apa-apa kok sama Willy. Kenapa?" aku mencoba untuk tetap tenang. Lulu menatapku cemas.
"Gak ada hubungan, tapi kok lo selalu ada dimanapun Willy berada?" cewek itu menatapku curiga.
"Inti pertanyaan lo apa sih?" aku menyilangkan kedua tanganku didada. Dan kini, posisi kami berhadapan. Lulu memegang pundakku, semakin cemas.
"Gue cuma mau tau gimana hubungan lo sama Willy." cewek itu berkacak pinggang.
"Dia pacar gue." tiba-tiba ada yang berteriak menyuarakan kalimat itu.

Aku terkejut, lalu melihat keasal suara tadi. Dan ternyata, itu adalah suaranya Willy. Kini, dia sedang berjalan menuju ketempatku dan si cewek rese.

"Willy?" cewek itu terkejut melihat kedatangan Willy. "Dia?" cewek itu menunjukku. "Pacar lo?" tanyanya tak percaya.
"Iya." jawab Willy mantap.

Aku membelalakan mata tak percaya, begitupun Lulu. Ketiga teman Willy hanya tersenyum tipis. Sedangkan seluruh anak yang ada dikantin langsung riuh.

"Beli minuman aja, kok lama banget sih?" Willy menatapku.

Aku hanya diam, tak bisa berkata apapun.

"Will, gue gak salah denger kan?" cewek rese tadi bertanya lagi pada Willy.
"Kecuali kalo kuping lo bermasalah." jawab Willy santai. Willy kembali menatapku, lalu menggandeng tanganku meninggalkan kantin. Diikuti oleh Lulu dan ketiga teman Willy.

Bisa kudengar, suara cewek itu memaki tak jelas, begitupun anak-anak yang lain dikantin. Aku tak peduli. Aku terus mengikuti langkah Willy, sambil memegang plastik dari makanan dan minuman yang kubeli tadi.

Willy membawaku menuju taman sekolah. Begitu sampai, dia melepaskan gandengannya padaku.

"Mana minuman gue?" Willy mengulurkan tangan kanannya padaku.

Aku segera memberikan minuman yang sudah kubeli tadi pada Willy. Kemudian, kami duduk dibawah pohon. Lulu dan ketiga teman Willy berdiri didekat kami.

"Eh, kacamata." panggil Willy pada Lulu. "Ngapain lo ikut-ikut kesini?" tanya Willy ketus.
"Gue...."
"Kan udah gue bilang, kalo gue lagi sama si kura-kura ini, lo gak boleh ikut." Willy memotong kata-kata Lulu.
"Kayaknya, kita juga ganggu nih." Lucky melirik jahil. "Yuk guys, kita gak boleh ganggu pasangan yang mau pacaran." Lucky mengajak Bima, Bian, dan Lulu untuk pergi.
"Lo ngomong apa sih, Ky? Udahlah, kalian disini aja. Gak usah dengerin kata-kata cowok nyebelin ini." aku melirik tajam pada Willy.
"Apa-apaan nih. Yang berwenang disini itu gue ya." Willy menatapku tajam.
"Dan lo udah memanfaatkan kewewenangan lo itu, buat ngomong hal yang gak bener." aku mendengus kesal. "Ngapain sih, tadi lo bilang kalo gue ini pacar lo?" tanyaku.
"Gue ngomong kayak gitu, biar si Arisa itu berhenti nanyain hal yang gak penting sama lo." jawab Willy.
"Iya, Sa." Lucky membenarkan.

Aku mengalah, dan memilih diam. Lalu menatap Lulu yang masih setia memberi senyuman terbaiknya. Ah, andai aja Lulu gak pakai kacamata, dia pasti sangat cantik.

Detik berikutnya, kami berenam duduk bersama di bawah pohon.

"Will, besokkan hari minggu, berarti gue libur kan jadi asisten lo?" tanyaku sambil melahap roti yang tadi kubeli.
"Enak aja. Nggak." jawab Willy, sedikit membentak.
"Loh, tapi kan kita gak sekolah. Gimana gue bisa jadi asisten lo?" tanyaku bingung.
"Lo liat aja, besok." Willy tersenyum licik.

Aku hanya memanyunkan bibirku. Lulu dan ketiga teman Willy ikut tertawa melihat tingkahku dan Willy.

Dan akhirnya, hari keenam ini ditutup dengan Willy yang mengantarku pulang kerumah dari sekolah.

***

"Day 7"

Aku masih terlelap dalam tidur panjangku, masih enggan untuk membuka mataku. Kulirik jam yang berada disisi kiri tempat tidurku. Sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Tak biasanya, aku bangun jam segini di hari minggu. Tapi entah hari ini. Aku benar-benar merasa lelah, hampir satu minggu menjadi asisten si cowok populer yang sangat menyebalkan itu. Dan dia bilang, hari ini aku tak libur? Huh! apa-apaan itu. Aku tak peduli. Hari ini, aku hanya ingin bersantai dirumah dan melupakan semua tugas-tugas darinya. Hari ini adalah hari bebas. Yeay! Aku suka hari minggu.

Aku rasa, sudah saatnya aku bangun. Perutku mulai terasa lapar. Akupun beranjak dari tempat tidurku, lalu dengan masih memakai piyama dan belum cuci muka atau pun mandi, aku berjalan menuju dapur.

Aku masih setengah sadar. Kulihat Ibu sedang memasak didapur, aromanya sudah sampai di hidungku. Itu pasti sangat enak, dan aku ingin segera melahap menu sarapanku pagi ini. Tapi itu, entah siapa. Sepertinya, Ibu sedang tidak sendirian didapur. Ibu bersama seseorang. Siapa? Yang pasti, itu bukanlah Ayah.

"Ibu." panggilku.

Ibu dan seseorang yang bersama Ibupun menoleh.

"Huwaa...." aku terlonjak.
"Sakura, kenapa?" tanya Ibu panik.

Ibu segera menghampiriku, begitupun seseorang yang bersama Ibu tadi. Apa-apaan ini? Apa aku sedang bermimpi? Mengapa aku seperti melihat Willy yang bersama Ibu tadi?

"Bu. Di... Dia?" aku menunjuk pada orang yang mirip dengan Willy itu.
"Oh, nak Willy baru saja datang. Dia bilang, ingin main sama kamu." jawab Ibu.
"Ap... Apa?" aku benar-benar terkejut. Jadi, ini benar-benar Willy.
"Pagi. Sakura." sapa Willy sangat ramah. Aku hanya diam membeku.
"Ya sudah, kamu mandi dulu." perintah Ibu menyadarkanku.

Aku hampir lupa, aku sekarang hanya memakai piyama dan belum mandi. Apa-apaan ini? Seperti ini didepan Willy? Dia pasti ingin sekali menertawakanku saat ini. Aku meliriknya sekilas, lalu segera kembali menuju kamarku. Memalukan!

30 menit kemudian, aku keluar dari kamar, dan menuju ruang makan untuk sarapan. Kini, aku sudah mandi, dan berpakaian rapi. Ku lihat, Ibu dan Willy sedang sarapan bersama, sambil tertawa gembira. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Semoga saja bukan tentangku.

"Sayang, udah selesai mandinya?" tanya Ibu ramah. "Sini duduk, kita sarapan sama-sama." Ibu memintaku duduk disampingnya.
"Ayah mana, bu?" tanyaku sambil melahap sarapan yang tadi dibuat Ibu.
"Sudah pergi kerestoran. Sebentar lagi, Ibu juga mau nyusul." jawab Ibu lembut.
"Sakura ikut ya." pintaku.
"Loh, jangan dong sayang. Masa kamu mau ninggalin Willy, kan dia kesini buat ketemu dan main sama kamu." Ibu melirik Willy. Yang dilirik hanya tersenyum puas.
"Iya, Sa. Ayolah, gue mau ngajakin lo jalan-jalan nih." ujar Willy sambil memperlihatkan senyuman liciknya.
"Kamu temenin Willy aja ya, Ibu percaya kok sama nak Willy." lagi-lagi Ibu tersenyum manis pada Willy. Sepertinya, Ibu benar-benar menyukai Willy. "Ibu pergi dulu." pamit Ibu sambil mengecup keningku.

Aku hanya mengangguk pasrah, melihat kepergian Ibu. Kembali kulahap, sarapan yang dibuat Ibu tadi. Kemudian, mataku tertuju pada Willy, yang sedari tadi memang menatapku. Huh! Apa lagi yang akan diperbuatnya padaku, hari ini? Padahal aku berniat untuk beristirahat, tapi malah jadi seperti ini. Ah Sakura, kau memang benar-benar gadis yang malang.

"Kenapa muka lo gitu?" tanya Willy.
"Gak seneng liat lo dateng." jawabku sejujur-jujurnya.

Willy hanya tertawa. Benar-benar menyebalkan. Apa dia begitu senangnya, bisa mengerjaiku seperti ini?

"Ibu lo baik banget. Masakannya juga enak. Kayaknya, gue bakalan sering-sering kesini." ujar Willy sambil menatap setiap sudut rumahku.
"Gak boleh!" sergahku cepat.
"Kenapa? Ibu lo udah ngizinin kok." ujar Willy santai.
"Willy, gue mohon." aku mulai putus asa.
"Jadi lo bener-bener gak mau jadi temen gue?" tatapan Willy seketika begitu teduh. Kemana mata licik dan jahatnya?
"Salah lo, kenapa lo nyebelin banget." umpatku.

Willy hanya tersenyum mendengar jawabanku, lalu dia kembali berkutat dengan sarapannya.

"Buruan abisin sarapannya. Gue mau ngajakin lo kesuatu tempat." ujarnya yang terdengar seperti perintah.

Aku hanya melirik tak peduli.

Selesai sarapan, Willy segera mengajakku untuk pergi. Aku mengunci rumah, lalu menyusulnya masuk kedalam mobilnya. Detik berikutnya, mobil itu sudah melaju meninggalkan halaman rumahku.

Sepanjang perjalanan, Willy dan aku hanya diam. Sebenarnya, aku ingin sekali bertanya, kemana dia akan membawaku pergi. Tapi aku tak mau mengganggu dia yang sedang konsentrasi menyetir. Dan keheningan yang mencekampun tercipta. Cukup jauh mobil ini melaju. Entah kemana.

Mobil Willy sudah berhenti. Dan ternyata, aku tertidur. Willy melirikku, lalu tersenyum memperhatikan setiap lekuk wajahku. Sepertinya, dia sama sekali tak berniat membangunkanku. Dia segera turun duluan dari mobil dengan membawa gitar kesayangannya dan meninggalkanku yang masih tertidur.

30 menit berlalu.
Aku masih merasakan keheningan. Dan dengan berat, ku buka mataku. Sepi? Dimana Willy? Aku segera membuka pintu mobil, keperhatikan sekelilingku. Dimana ini?

Sayup-sayup kudengar suara alunan gitar. Lagu itu lagi. Lagu yang pernah dinyanyikan Willy ketika kami berada dilapangan hijau itu. Aku berjalan mengikuti asal suara gitar itu. Hingga akhirnya, aku bisa melihat Willy yang duduk di jembatan yang membentang lurus ditepi sebuah danau. Akupun segera menghampirinya.

Willy tak menyadari kedatanganku. Dia masih fokus pada permainan gitarnya, sambil memejamkan mata. Akupun duduk disampingnya. Menunggu hingga ia selesai bermain gitar.

"Udah bangun?" tanya Willy yang membuatku terkejut. Seketika, permainan gitar itu terhenti.
"Iya." jawabku singkat.
"Ini, tempat fovorite gue sama dia." ujar Willy, sambil menatap bentangan danau yang indah.
"Almarhum pacar lo?" tanyaku hati-hati. Willy menjawabnya dengan anggukan. "Indah." ujarku pelan.
"Ngomong-ngomong, kok gue gak pernah liat cowok lo sih?" tanya Willy tiba-tiba. Pertanyaan itu benar-benar membuatku terkejut. Bagaimana mungkin, seorang Willy akan bertanya seperti itu. Bukankah, dia tidak pernah tertarik pada kehidupanku? Dan sekarang, tiba-tiba dia bertanya tentang pacarku.
"Gak punya." jawabku.

Willy tertawa mendengar jawabanku.

"Kok lo ketawa? Emangnya ada yang lucu?" tanyaku sedikit kesal.
"Masa lo gak punya pacar sih?" tanyanya yang masih terus tertawa.
"Lucu ya, kalo gak punya pacar?" tanyaku sambil menatap Willy lekat.

Pertanyaanku itu berhasil membuat tawa Willy berhenti. Kemudian, dia juga menatapku lekat.

"Lo. Masa sih, gak ada orang yang lo cinta?" Willy merangkul pundakku.
"Gue...." aku menatap tangan Willy yang sedang merangkulku. "Kalo nanti ada orang yang gue cinta. Itu adalah cinta gue yang pertama." aku tersenyum tipis.
"Lo pasti akan bahagia, ketika lo ngerasainnya nanti." Willy tersenyum manis sekali padaku.
"Will." aku menatap wajah Willy. "Gimana sih, rasanya jatuh cinta?" tanyaku.
"Jatuh cinta?" Willy berfikir sebentar, lalu tersenyum. "Rasanya menyenangkan, tapi juga menyedihkan. Lo akan merasakan kedua rasa itu, disaat lo jatuh cinta. Tapi, cepat atau lambat, cinta itu akan pergi. Karena didunia ini, emang gak ada yang abadi." jelas Willy panjang lebar.
"Rasanya menakutkan." aku bergidik.
"Tapi gak bisa dielakkan. Lo pasti akan ngerasainnya." ujar Willy, sambil terus menatap pada danau.
"Hmmm... iya." aku pasrah.
"Kura-kura." panggil Willy.
"Ya?" sahutku. Sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan panggilan itu.
"Udah kayak gini, dan gue juga udah nyeritain hal paling private tentang cinta gue. Apa, lo masih belum bisa nerima gue sebagai temen lo?" Willy melirikku. Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Willy, ternyata dia sungguh-sungguh ingin jadi temanku.
"Mulai detik ini, kita teman." aku tersenyum, sambil mengaitkan jari kelingkingku pada jadi kelingking Willy.

Willy membalas senyumku, dan semuanya berlalu dengan sangat menyenangkan. Ya, untuk pertama kalinya, aku dan Willy mengahabiskan waktu bersama dengan senang-senang. Entah bagaimana besok.


-to be continued-

No comments:

Post a Comment